Main Article Content
Abstract
Geliat literasi kembali menggaung setelah pemerintah mengeluarkan Program Gerakan Literasi Sekolah. Sayangnya tidak semua sekolah dapat mengimplementasikan program tersebut, terutama sekali pada sekolah-sekolah di wilayah terpencil. Makalah ini merupakan hasil pengalaman terbaik penulis dalam membudayakan gerakan literasi di sekolah. Makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif bagi guru-guru di sekolah terpencil dalam mengembangkan budaya literasi sekolah dengan metode “tadarus bujang”. Makalah ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kompetensi peserta didik dalam membaca dan menulis buku. Masalah lain muncul karena di daerah, sulit sekali bagi peserta didik mendapatkan akses pustaka yang memadai. Pengembangan metode “tadarus bujang” ini sendiri terinspirasi dari budaya masyarakat di daerah yang membudayakan membaca kitab suci pada bulan Ramadhan yakni kegiatan Tadarusan. Setakat itu, kata bujang adalah akronim dari Buku Non-Pelajaran Bergambar. Berdasarkan hasil pengalaman terbaik penulis, metode Tadarus Bujang cukup berhasil sebagai pemicu peserta didik untuk dibiasakan membaca di kelas 5-15 menit setiap pertemuan. Metode ini pun cukup berhasil dalam menyiasati kurangnya fasilitas sarana dan prasarana pustaka di sekolah terpencil.
Article Details
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.